Sritex

Ribuan Pekerja Terancam PHK Akibat Sritex Hentikan Operasional

Ribuan pekerja di PT Sri Rejeki Isman (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, terancam mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah perusahaan mengumumkan penghentian sementara operasionalnya. Langkah ini dilakukan akibat kondisi keuangan perusahaan yang semakin memburuk, ditambah dengan dampak pandemi COVID-19 yang menghambat permintaan pasar global. Keputusan ini menyisakan kekhawatiran bagi ribuan keluarga yang bergantung pada penghasilan dari Sritex. Dapat memperburuk kondisi perekonomian di wilayah tempat perusahaan beroperasi.

Penghentian Operasional Sritex

Pada 27 Februari 2025, Sritex mengumumkan bahwa perusahaan akan menghentikan sebagian besar operasionalnya. Termasuk proses produksi di beberapa pabrik yang tersebar di wilayah Jawa Tengah. Hal ini disebabkan oleh masalah keuangan yang mendera perusahaan. Disebabkan oleh penurunan permintaan tekstil global serta lonjakan biaya produksi akibat gangguan rantai pasokan selama pandemi.

“Sritex terpaksa mengambil langkah ini setelah menghadapi berbagai tantangan, termasuk penurunan pesanan dan kesulitan dalam pengadaan bahan baku. Kami harus mengurangi kapasitas produksi agar bisa bertahan di tengah kondisi yang sangat sulit ini,” ujar Direktur Utama Sritex, Andi Prasetyo, dalam konferensi pers virtual yang diadakan perusahaan.

Sebagai perusahaan tekstil yang selama ini memproduksi berbagai jenis produk tekstil untuk pasar domestik dan internasional. Penghentian operasional ini akan berdampak signifikan bagi industri tekstil nasional yang sedang berupaya bangkit pasca-pandemi.

Dampak Bagi Pekerja dan Ekonomi Lokal

Dampak langsung dari kebijakan penghentian operasional ini adalah potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang akan menimpa ribuan pekerja. Berdasarkan data internal perusahaan, setidaknya 5.000 pekerja tetap di beberapa pabrik Sritex berisiko kehilangan pekerjaan mereka dalam waktu dekat.

“Ini sangat mempengaruhi kehidupan kami. Banyak dari kami yang sudah bekerja puluhan tahun di sini. Anak-anak kami juga bergantung pada penghasilan kami untuk sekolah dan kebutuhan lainnya,” kata Rina, salah satu pekerja di pabrik Sritex, yang merasa cemas dengan keputusan perusahaan.

Selain pekerja langsung, ribuan pekerja kontrak dan buruh harian lepas yang selama ini mendukung operasional perusahaan juga terancam kehilangan sumber penghasilan mereka. Hal ini tentu saja mempengaruhi ekonomi keluarga dan berpotensi menambah tingkat pengangguran di wilayah tersebut.

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah, Hasan Basri, pihaknya telah menerima laporan terkait penghentian operasional Sritex. “Kami sedang berkoordinasi dengan pihak perusahaan dan juga pemerintah pusat untuk mencari solusi terbaik. Agar pekerja yang terkena dampak dapat memperoleh hak-haknya, termasuk kompensasi sesuai dengan peraturan yang berlaku,” jelas Basri.

Penyebab Penurunan Kinerja Sritex

Penyebab utama yang diungkapkan oleh manajemen Sritex terkait penghentian operasional ini adalah penurunan drastis dalam permintaan pasar internasional. Banyak negara yang selama ini menjadi mitra ekspor Sritex, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Mengurangi impor tekstil akibat resesi ekonomi global dan ketidakpastian pasar pasca-pandemi.

Selain itu, perusahaan juga menghadapi lonjakan harga bahan baku dan masalah logistik yang mengganggu kelancaran produksi. Biaya operasional yang semakin tinggi membuat Sritex kesulitan untuk mempertahankan daya saingnya di pasar global. Di mana banyak pesaing yang sudah lebih dulu pulih dari dampak pandemi.

Selain itu, krisis energi dan kenaikan harga bahan bakar juga menjadi tantangan besar bagi perusahaan yang bergantung pada pasokan energi untuk proses produksi mereka. Dengan semakin mahalnya biaya operasional, Sritex dipaksa untuk merasionalisasi sejumlah pabrik dan unit produksi untuk menekan kerugian.

Upaya Pemerintah Menghadapi Krisis Pekerja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat berjanji akan memberikan dukungan kepada pekerja yang terdampak PHK. Dalam beberapa hari terakhir, Kementerian Ketenagakerjaan telah mengunjungi lokasi pabrik Sritex untuk memastikan hak-hak pekerja terlindungi sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

“Jika ada PHK, perusahaan wajib memberikan kompensasi yang sesuai dengan aturan ketenagakerjaan. Kami juga akan membantu pekerja untuk mendapatkan pelatihan keterampilan agar mereka dapat mencari pekerjaan baru,” kata Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri yang bisa menampung tenaga kerja yang terdampak. Melalui berbagai program pelatihan dan bantuan subsidi, diharapkan pekerja yang terdampak PHK bisa segera beralih ke sektor lain yang lebih menjanjikan.

Prospek Industri Tekstil Indonesia ke Depan

Industri tekstil Indonesia memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, dengan menyerap jutaan tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap ekspor. Namun, untuk menghindari dampak yang lebih buruk di masa depan, sektor ini perlu melakukan transformasi besar-besaran agar bisa bersaing dengan negara-negara produsen tekstil lainnya, seperti China dan Bangladesh.

Menurut sejumlah pengamat ekonomi, salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh industri tekstil adalah meningkatkan investasi dalam teknologi dan riset untuk mengurangi biaya produksi serta meningkatkan efisiensi. “Untuk dapat bertahan, industri tekstil Indonesia harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan pasar global,” ujar ekonom, Dr. Herman Rahardjo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *