Jakarta, 14 Februari 2025 – Menteri Pertahanan Prabowo Subianto baru-baru ini menginstruksikan agar anggaran belanja negara yang tidak mendesak dipangkas. Sebagai langkah untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi global yang mempengaruhi perekonomian nasional. Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri perhotelan, yang berisiko mengalami kerugian sebesar Rp12,4 triliun pada tahun 2025.
Industri perhotelan Indonesia yang sempat merasakan dampak negatif pandemi COVID-19 kini menghadapi tantangan baru yang datang dari keputusan pemangkasan anggaran pemerintah. Meskipun niat pemerintah adalah untuk memperkuat sektor-sektor ekonomi yang lebih kritikal. Dampak dari kebijakan ini pada sektor perhotelan bisa sangat besar, terutama karena ketergantungan pada sektor pariwisata dan pertemuan bisnis.
Dampak Pemangkasan Anggaran Terhadap Industri Perhotelan
Pemerintah Indonesia, melalui kebijakan fiskalnya, berupaya mengoptimalkan anggaran negara dengan memotong sektor-sektor yang dianggap tidak mendesak. Salah satu sektor yang terkena dampaknya adalah anggaran untuk sektor pariwisata dan infrastruktur terkait, yang langsung berhubungan dengan dunia perhotelan. Meskipun sektor pariwisata sering menjadi andalan dalam mendatangkan devisa negara, kebijakan pemangkasan anggaran ini berpotensi menyebabkan penurunan tajam dalam kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Sektor perhotelan Indonesia diprediksi berisiko kehilangan pendapatan hingga Rp12,4 triliun pada tahun 2025 akibat kebijakan tersebut. Mengingat bahwa sektor ini sangat bergantung pada kunjungan wisatawan dan acara-acara besar. Seperti konferensi dan pertemuan bisnis, pemangkasan anggaran pemerintah yang mengurangi dukungan terhadap event dan promosi pariwisata dapat menghambat pertumbuhan industri ini.
Menurut data dari Asosiasi Perhotelan Indonesia (PHRI), jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2024 menurun signifikan dibandingkan sebelumnya. Proyeksi untuk 2025 tidak lebih baik dengan adanya kebijakan pemangkasan anggaran. Hal ini bisa berdampak langsung pada pendapatan hotel, restoran, dan sektor pendukung lainnya yang selama ini mendapatkan dukungan pemerintah.
Krisis Ekonomi dan Penurunan Pendapatan
Berdasarkan laporan terbaru, sektor perhotelan Indonesia telah lama berjuang untuk pulih dari dampak pandemi. Sebagian besar hotel besar di kota-kota wisata terkemuka seperti Bali, Jakarta, dan Yogyakarta masih berjuang untuk mengisi kamar mereka dengan pengunjung. Pemangkasan anggaran, yang mencakup pengurangan insentif untuk sektor pariwisata, dapat memperburuk kondisi tersebut.
Faktor lain yang turut berperan dalam potensi kerugian Rp12,4 triliun adalah ketidakpastian global, yang mencakup inflasi tinggi dan ketegangan geopolitik. Kondisi ini memengaruhi daya beli wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Biaya perjalanan yang semakin tinggi ditambah dengan pemangkasan anggaran promosi pariwisata akan berimbas langsung pada industri perhotelan.
Penurunan Sektor Pertemuan dan Acara Bisnis
Sektor pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (MICE) juga diprediksi akan terkena dampak besar. Pemerintah Indonesia selama ini telah banyak memberikan subsidi dan dukungan kepada berbagai acara internasional yang digelar di Indonesia. Tanpa anggaran yang memadai, pengorganisasian acara besar dan konferensi bisnis bisa terhambat. Hal ini tentu berisiko mengurangi pendapatan hotel-hotel besar yang biasa menjadi tuan rumah acara-acara tersebut.
“Jika tidak ada dukungan untuk acara besar dan konferensi internasional, hotel-hotel yang menjadi tempat utama penyelenggaraan acara ini akan merasakan dampaknya. Dengan banyaknya acara yang terancam dibatalkan atau ditunda, kami memperkirakan kerugian sektor perhotelan Indonesia bisa mencapai Rp12,4 triliun pada tahun 2025,” ujar Hariyadi B. Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Perhotelan Indonesia (PHRI).
Upaya Penyelesaian dari Pemerintah dan Industri
Meski menghadapi tantangan besar, pemerintah dan pelaku industri perhotelan tengah berupaya mencari solusi. Salah satu langkah yang diusulkan adalah pemanfaatan anggaran secara lebih efisien untuk sektor-sektor pariwisata yang strategis, serta merumuskan kebijakan yang mendukung pemulihan sektor MICE. Pemerintah juga diminta untuk meningkatkan promosi pariwisata di luar negeri guna menarik lebih banyak wisatawan mancanegara.
Di sisi lain, pelaku bisnis perhotelan juga dituntut untuk lebih kreatif dalam mengelola sumber daya mereka dan mencari alternatif pendapatan dari sektor-sektor lain yang lebih berkelanjutan. Pengembangan wisata lokal dan event berbasis komunitas menjadi salah satu solusi yang diusulkan untuk mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor yang dipengaruhi oleh pemangkasan anggaran pemerintah.