JAKARTA – Isu pertemuan antara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan sejumlah hakim agung beberapa waktu lalu menuai protes keras dari kalangan pakar hukum dan aktivis. Mereka menilai bahwa pertemuan tersebut berpotensi sebagai intervensi terhadap independensi lembaga peradilan di Indonesia. Kritik ini muncul di tengah-tengah kekhawatiran masyarakat terkait integritas dan kebebasan peradilan di negara demokrasi.
Pertemuan yang berlangsung di Jakarta pada awal Februari 2025 tersebut melibatkan Prabowo Subianto dan beberapa hakim agung, serta beberapa pejabat pemerintah lainnya. Menurut informasi yang beredar, pertemuan ini membahas sejumlah isu terkait dengan stabilitas nasional dan perkembangan sistem hukum di Indonesia. Meskipun demikian, kehadiran Prabowo yang merupakan seorang politisi tinggi di Indonesia. Ditambah dengan posisi kekuasaan yang dimilikinya, memicu reaksi keras dari para pakar hukum.
Pakar Hukum Menilai Sebagai Bentuk Intervensi
Salah satu tokoh yang menyampaikan kritik keras terhadap pertemuan ini adalah Dr. Muhammad Iqbal, seorang pakar hukum dari Universitas Indonesia. Iqbal menilai bahwa pertemuan tersebut dapat menimbulkan dugaan adanya intervensi terhadap independensi lembaga peradilan. Seharusnya berdiri bebas tanpa adanya pengaruh eksternal.
“Sebagai salah satu pilar demokrasi, lembaga peradilan harusnya tidak terpengaruh oleh pihak eksternal, apalagi yang melibatkan kekuasaan politik. Pertemuan ini berpotensi menodai prinsip-prinsip independensi hakim dan bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan,” kata Iqbal dalam keterangannya kepada media pada Senin (19/2).
Menurut Iqbal, pertemuan semacam itu dapat memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap netralitas hakim. Terlebih lagi, Prabowo Subianto yang merupakan salah satu tokoh penting dalam dunia politik Indonesia memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan negara. Oleh karena itu, kehadiran Prabowo dalam pertemuan dengan hakim agung dapat menimbulkan kesan bahwa ada tekanan yang bisa mempengaruhi keputusan-keputusan hukum yang diambil oleh lembaga peradilan.
Tanggapan dari Pihak Pemerintah
Menanggapi protes yang berkembang, pihak Kementerian Pertahanan menyampaikan klarifikasi bahwa pertemuan tersebut merupakan agenda rutin yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama antara lembaga pemerintah dan lembaga peradilan dalam upaya menciptakan sistem hukum yang lebih baik dan lebih efisien.
“Pertemuan ini adalah bagian dari komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperkuat sinergi antar lembaga. Tidak ada niat untuk mengintervensi proses peradilan. Kami hanya berusaha untuk meningkatkan kualitas hukum di Indonesia,” ujar Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Putra Adi, dalam wawancara pada Selasa (20/2).
Namun, penjelasan tersebut tidak cukup meredakan kekhawatiran publik yang sudah terlanjur mempersepsikan pertemuan itu sebagai bentuk intervensi. Beberapa pihak menilai bahwa meskipun niat awalnya mungkin baik. Namun pertemuan antara pejabat pemerintah dan hakim agung tetap rawan untuk disalahartikan.
Reaksi Aktivis dan Masyarakat
Reaksi dari aktivis hukum dan masyarakat sipil juga tak kalah keras. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang reformasi hukum, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel). Mengkritik keras pertemuan tersebut dan mendesak agar lembaga peradilan tetap menjaga jarak dari segala bentuk intervensi politik.
“Jika proses peradilan dipengaruhi oleh politik, maka tidak akan ada lagi keadilan yang objektif di negara ini. Kami mendesak agar KPU (Komisi Yudisial) memberikan pengawasan yang ketat agar pertemuan semacam ini tidak merusak citra lembaga peradilan,” ujar Usman Hamid, Direktur Eksekutif ICW.
Menurut ICW, ada ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman harus independen dan bebas dari campur tangan kekuasaan lain. Oleh karena itu, interaksi antara pejabat pemerintah dan hakim agung harus dijaga. Agar tidak menimbulkan potensi intervensi terhadap keputusan-keputusan hukum yang diambil oleh para hakim.
Selain itu, sejumlah pengguna media sosial juga turut membanjiri platform mereka dengan kritik atas pertemuan ini. Mereka khawatir jika hal ini dibiarkan, ke depannya akan semakin banyak politisasi yang merambah ke ranah peradilan yang seharusnya bebas dari pengaruh politik.
Keprihatinan terhadap Integritas Lembaga Peradilan
Keprihatinan terkait independensi lembaga peradilan semakin menguat setelah beberapa kejadian sebelumnya. Seperti dugaan intervensi dalam keputusan-keputusan pengadilan besar yang melibatkan kepentingan politik atau ekonomi. Oleh karena itu, pertemuan Prabowo dengan hakim agung ini semakin menambah kekhawatiran akan potensi ancaman. Terhadap integritas dan independensi peradilan di Indonesia.
Pakar hukum lainnya, Prof. Dr. Rina Hartati, yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menambahkan bahwa selain potensi intervensi. Pertemuan semacam ini dapat menurunkan kredibilitas lembaga peradilan di mata publik. “Seharusnya, hakim agung dan pejabat pemerintah menjaga batasan yang jelas antara urusan pemerintahan dan peradilan. Agar masyarakat tetap mempercayai proses hukum yang ada,” jelas Rina.